Oleh: Saiful Hadi Kisah ini bersumber dari Kitab Jam'ul Jawami' Musannifat, sebuah karya yang dihimpun oleh Syeikh Ismail bin Abdu...
Oleh: Saiful Hadi
Kisah ini bersumber dari Kitab Jam'ul Jawami' Musannifat, sebuah karya yang dihimpun oleh Syeikh Ismail bin Abdul Muthalib al-Asyi. Kitab ini selesai ditulis pada tahun 1237 H/1821 M dan memuat berbagai pembahasan, mulai dari tauhid, fiqih ibadah, fiqih muamalah—seperti perdagangan, nikah, dan warisan—hingga akhlak serta adab dalam belajar-mengajar. Aslinya, kisah ini ditulis dalam bahasa Arab Jawi, bahasa yang dahulu umum digunakan oleh penduduk Nusantara. Untuk memudahkan pemahaman, kisah ini telah disesuaikan dengan tata bahasa Indonesia modern tanpa mengubah esensi aslinya.
______
Seorang mukmin sejati tidak hanya memperbaiki dirinya sendiri, tetapi juga berusaha memperindah akhlak istrinya dan bahkan tingkah laku hewan peliharaannya. Jika istrinya memiliki perangai buruk, atau misalkan kuda peliharaan yang dimilikinya berjalan lambat dan tidak patuh, maka hal tersebut tidak terlepas dari cerminan dirinya sendiri. Sebab, jika seorang suami atau pemilik benar-benar baik, maka orang-orang dan makhluk di sekitarnya juga akan menjadi baik.
Dikisahkan, ada seorang lelaki yang menjual kudanya dengan harga yang sangat murah, hanya empat puluh dirham. Ketika ditanya mengapa harganya begitu rendah, ia menjawab, “Kudaku memiliki aib. Ia tidak kuat berjalan, apalagi jika harus dibawa berperang.”
Kuda itu kemudian dibeli oleh seorang murid dari Ibnu al-Mubarak, seorang ulama besar yang dikenal dengan kezuhudan dan kebijaksanaannya. Sang murid merawat kuda itu dengan penuh kasih sayang, memberinya makanan yang baik, dan memperlakukannya dengan lembut.
Suatu hari, dalam sebuah peperangan, kuda tersebut menunjukkan perilaku yang luar biasa. Ia berlari dengan penuh tenaga, gagah, dan patuh. Melihat hal ini, Ibnu al-Mubarak tersenyum dan berkata kepada muridnya kenapa kuda ini menjadi berbeda pada tanganmu? Lalu ia pun menjawab:
“Orang-orang mengatakan bahwa kuda ini memiliki aib. Namun setelah aku membelinya, aku membisikkan sesuatu di telinganya: ‘Jika aku benar-benar meninggalkan dosaku dan ingin kembali kepada Allah, maka tinggalkanlah semua aib yang ada padamu.’”
Ajaibnya, setelah mendengar bisikan itu, kuda tersebut menggelengkan kepalanya tiga kali, seolah memberi isyarat. Ibnu al-Mubarak kemudian berkata,
“Aku memahami bahwa sesungguhnya, aib itu bukan terletak pada kuda, tetapi pada pemiliknya. Jika seekor kuda dikendarai oleh orang yang fasik, ia akan merasa tidak nyaman dan memberontak. Sebaliknya, jika ia dikendarai oleh orang yang saleh, ia akan merasa tenang dan patuh.”
Bukan hanya kuda, semua hewan memiliki naluri yang serupa. Bahkan, manusia—anak-anak, keluarga, dan para sahabat—akan bersikap serupa. Jika seseorang memiliki akhlak yang buruk, maka orang-orang di sekitarnya akan menjauhinya atau bersikap buruk pula kepadanya. Sebab, hati manusia bisa merasakan ketulusan atau keburukan dari orang lain, sama seperti seekor kuda yang tahu siapa pemiliknya yang sebenarnya.
Pesan Kehidupan
Kisah ini mengajarkan bahwa akhlak seseorang memengaruhi segala sesuatu di sekitarnya. Jika kita ingin melihat kebaikan dalam keluarga, hewan peliharaan, atau bahkan sahabat kita, maka kita harus lebih dulu memperbaiki diri sendiri.
- [accordion]
- Dukung Kami
- Ummi Shalehah berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:
Paypal: hadissoft@gmail.com | atau BSI 7122653484 an. Saiful Hadi
COMMENTS