Oleh: Saiful Hadi Al-Qur’an dalam surah An-Naml ayat 18 mengabadikan satu momen penting dalam perjalanan Nabi Sulaiman ‘alaihis salam, ket...
Oleh: Saiful Hadi
Al-Qur’an dalam surah An-Naml ayat 18 mengabadikan satu momen penting dalam perjalanan Nabi Sulaiman ‘alaihis salam, ketika beliau beserta pasukannya melewati sebuah lembah yang dihuni koloni semut. Dalam ayat tersebut, Allah menuturkan perkataan seekor semut yang memberi peringatan kepada kaumnya untuk segera masuk ke sarang, agar tidak terinjak tanpa sengaja oleh Sulaiman dan tentaranya.
Dalam Kitab Tarikh as Salafus Salih, Imam Abu Hanifah menjelaskan bahwa semut yang terdapat dalam surah an-Naml ayat 18, bentuk fiil (kata kerja) dari kata namlah berupa shighat muannats قالت yang menunjukkan bahwa semut yang berbincang dengan Nabi Sulaiman adalah perempuan, sehingga bisa dipastikan bahwa ia adalah Ratu Semut.
Pada ayat ke 18 tersebut dikisahkan bahwa Ratu semut menyadari bahaya yang akan datang. Dengan perintah yang tegas, ia menyeru kepada rakyatnya:
ÙŠَا Ø£َÙŠُّÙ‡َا النَّÙ…ْÙ„ُ ادْØ®ُÙ„ُوا Ù…َسَاكِÙ†َÙƒُÙ…ْ Ù„َا ÙŠَØْØ·ِÙ…َÙ†َّÙƒُÙ…ْ سُÙ„َÙŠْÙ…َانُ ÙˆَجُÙ†ُودُÙ‡ُ ÙˆَÙ‡ُÙ…ْ Ù„َا ÙŠَØ´ْعُرُونَ
"Wahai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari." (Q.S. An-Naml: 18)
Ibnu ‘Atha menjelaskan bahwa dalam satu kalimat ini, ratu semut menggabungkan sepuluh unsur penting: menyeru dengan kata yaa, memberi perhatian dengan kata ayyuhaa, menyebut dengan kata an-naml, memerintah dengan kata udkhuluu, menasihati dengan kata masaakinakum, memberi peringatan keras dengan kata laa yahtimannakum, mengkhususkan dengan kata Sulaimaan, mengumumkan dengan kata wa junuuduhu, memberi isyarat dengan kata wahum, dan memaafkan dengan kata laa yasy‘uruun.
Ratu semut itu tidak hanya memikirkan keselamatan rakyatnya, tetapi juga memikirkan agar Nabi Sulaiman dan tentaranya tidak terjerumus dalam dosa karena tanpa sengaja mencelakai makhluk kecil. Kebijakan ini adalah contoh nyata kepemimpinan yang mempertimbangkan kemaslahatan semua pihak, baik itu rakyatnya sendiri, maupun pihak luar.
Menurut Ibnu ‘Atha, ratu semut telah menunaikan lima hak kepemimpinan: hak Allah (menunaikan amanah dan memberi peringatan), hak Sulaiman (menjaga agar beliau tidak berbuat salah), hak dirinya (melaksanakan perintah Allah), hak rakyatnya (menjaga keselamatan mereka), dan hak semua pihak yang terkait (menjaga maslahat bersama).
Dari ratu semut kita belajar, pemimpin sejati menyadari bahwa jabatan adalah amanah Tuhan yang wajib dijalankan dengan sebaik-baiknya. Maka, setiap kebijakan yang dibuatnya selalu bertujuan untuk kemaslahatan dan keselamatan semua pihak.
Disadur dari Kitab Majalisul Saniah
- [accordion]
- Dukung Kami
- Ummi Shalehah berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:
Paypal: hadissoft@gmail.com | atau BSI 7122653484 an. Saiful Hadi
COMMENTS