Oleh: Saiful Hadi Dalam sejarah para nabi, ada satu benda sederhana yang berulang kali menjadi saksi peristiwa besar: tongkat Nabi Musa. Ia ...
Dalam sejarah para nabi, ada satu benda sederhana yang berulang kali menjadi saksi peristiwa besar: tongkat Nabi Musa.
Ia bukan benda mewah. Bukan pula simbol kekuasaan dunia. Namun melalui tongkat inilah, Tuhan memperlihatkan bahwa kekuatan sejati tidak terletak pada materi, melainkan pada ketaatan seorang hamba.
Tongkat Seorang Penggembala
Sebelum diangkat menjadi Nabi, Musa hanyalah seorang penggembala di padang pasir Madyan. Tongkat itu ia gunakan untuk menopang langkah, menggiring kambing, dan melindungi diri dari bahaya. Ia sendiri mengakui fungsinya dengan sederhana ketika Tuhan bertanya:
“Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, aku pukul daun dengannya untuk kambingku, dan ada lagi manfaat lainnya bagiku.”
(QS. Thaha: 18)
Tidak ada yang istimewa. Hingga Tuhan berkehendak lain. Dari Kayu Biasa Menjadi Mukjizat, perintah itu singkat namun menentukan:
“Lemparkanlah ia, wahai Musa.”
Sekejap, tongkat itu berubah menjadi ular besar yang bergerak cepat. Musa terkejut, namun Tuhan menenangkannya dan memerintahkannya untuk memegang kembali tongkat tersebut (QS. Thaha: 19–21).
Sejak saat itu, tongkat Musa bukan lagi sekadar alat penggembala. Ia menjadi tanda kenabian, bukti bahwa Tuhan mampu mengubah sesuatu yang biasa menjadi luar biasa.
Menelan Tipu Daya Fir’aun
Puncak pertama keajaiban tongkat itu terjadi di hadapan Fir’aun, penguasa Mesir yang mengklaim dirinya sebagai tuhan. Di hadapan para penyihir terbaik negeri itu, Musa melemparkan tongkatnya. Maka tongkat itu menjelma ular raksasa yang menelan seluruh sihir mereka.
Kebenaran menelan kebatilan.
Para penyihir pun tersungkur bersujud dan berkata:
“Kami beriman kepada Tuhan Musa dan Harun.”
(QS. Al-A‘raf: 121–122)
Tongkat itu menjadi saksi runtuhnya kesombongan manusia di hadapan kebenaran.
Membelah Laut, Menyelamatkan Umat
Keajaiban tongkat Musa tidak berhenti di istana Fir’aun. Ketika Bani Israil terdesak, dimana laut berada di depan, sementara pasukan Fir’aun mengejar di belakang. Namun Musa berkata dengan keyakinan yang lahir dari iman:
“Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.”
(QS. Asy-Syu‘ara: 62)
Dengan perintah Tuhan, Musa memukulkan tongkatnya ke laut. Maka laut pun terbelah, masing-masing belahan seperti gunung yang menjulang. Jalan kering terbuka di dasar laut. Bani Israil selamat, sementara Fir’aun dan bala tentaranya ditenggelamkan (QS. Asy-Syu‘ara: 63–66).
Mengalirkan Kehidupan di Padang Gersang
Di padang pasir, ujian kembali datang. Kaum Musa kehausan. Maka Tuhan memerintahkannya untuk memukulkan tongkat itu ke sebuah batu. Dari batu keras itu memancar dua belas mata air, masing-masing untuk setiap suku Bani Israil (QS. Al-Baqarah: 60).
Dari tongkat kayu ke ular, dari laut terbelah, Dari batu memancar air. Semua terjadi bukan karena tongkat itu sendiri, melainkan karena perintah Tuhan yang ditaati tanpa ragu.
Kisah Nabi Musa mengajarkan satu pelajaran besar dimana mukjizat tidak lahir dari benda, melainkan dari iman, keyakinan, dan ketaatan.
Bukan kayu yang ajaib, bukan Musa yang menciptakan keajaiban. Namun Tuhan yang Maha Kuasa, yang menjadikan sesuatu yang sederhana mampu mengguncang singgasana tirani.
Kisah ini juga sebagai pengingat bahwa di tangan orang beriman, dan dengan izin Tuhan, hal yang paling sederhana pun bisa mengubah dunia.

COMMENTS